Sabtu, 29 Oktober 2016

Chapter 2: Sepanjang Jalan

waktu itu matahari begitu panas,keringat ku membasahi seluruh badan hingga baju terlihat basah seperti bekas air yang tumpah. Aku mendengar teman ku mengeluh kenapa kita harus dilahirkan dengan nasib yang seperti ini? tiap hari kami melewati jalan ini dengan berjalan kaki,apa dosa kami sehingga kami hanya bisa berjalan kaki menuju sekolah,aku benar-benar membenci hidup ini.
Aku hanya diam menikmati apa yang aku hadapi meskipun aku kadang merasa tuhan itu tidak adil. Aku hanya bernyanyi di dalam hati karena tenggorokan ku kering,aku merasa berada di oasis yang begitu panas. Kami hanya berdua,entah mengapa jalanan begitu sepi,waktu itu mobil pete-pete hanya 1, mobil tersebut hanya khusus anak SMA yang disewa perbulan, kami tidak bisa menyewa mobil tersebut waktu itu kami masih SMP kami hanya berjalan menuju sekolah kami bisa dikategorikan rakyat miskin meskipun seperti itu tapi kami benar-benar memaknai apa itu persahabatan.
Ketika kami berjalan tiba-tiba teman kami datang menghampiri, "kenapa ko cuma berdua? manai teman-teman mu? kasihan di tinggalkan ko pasti" tanya nya. "kau iyya ditinggalkan sama teman mu kah sendiri ko" jawabku nyolot  ,kami beradu mulut,hingga kami benar-benar bertengkar. "weh tunggu ka dulu nah,tidak mau ko makan bunne? ada bunne disini,bisa di makan tapi masih kacci kapang" ia memanjat pohon yang berada dipinggir jalan "saya mu kasi eh, minta ka lagi 1 tangkai, belum pi merah sekali ini" kata temanku "eh, dongo' punyanya orang itu kenapa ko ambil ki,nyak ada nanti baca-bacana, sakit nanti perut mu kalo kau makan itu" kata ku menakut-nakuti mereka berdua tiba-tiba mereka berdua berlari mengejar ku sambil melemparkan bunne (semacam blueberry tetapi dalam bahasa bugis) baju ku yang putih penuh noda,kami hanya tertawa tidak memperdulikan apapun,kami benar-benar menikmati perjalanan ini.
"fyaaaaa,awasss ko saya kejar ko,baju ku kau kotori" kami berlari sambil tertawa seakan-akan kami tidak mempunyai masalah "kau juga kotori bajuku" kami bertiga telah melewati persawahan yang panjang kami benar-benar tidak merasakan betapa teriknya matahari dan betapa keringnya kerongkongan kami, hinga kami tiba di rumah masing-masing aku masih berjalan sendiri letak rumah ku sisa beberapa meter lagi,aku tersenyum sendiri memikirkan betapa indahnya hari ini meskipun aku merasa kecewaan karena menganggap tuhan tidak adil,tetapi aku sadar tuhan itu adil.